Menu Tutup

Wisata Sejarah dan Religi ke Masjid Saka Tunggal Banyumas: Tertua di Jawa Tengah

Masjid Saka Tunggal Banyumas

Banyumas punya banyak alasan jadi rujukan wisata budaya dan religi. Salah satu yang paling mencuri perhatian adalah Masjid Saka Tunggal, berdiri kokoh di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon. Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan simbol akulturasi, saksi perjalanan sejarah, dan destinasi spiritual yang unik dan orisinal. Tradisi, arsitektur, dan suasana di sekitarnya seolah membawa kita pulang ke masa-masa awal berkembangnya Islam di tanah Jawa. Simak lebih dalam tentang masjid tertua di Jawa Tengah yang satu ini.

Sejarah dan Keunikaan Masjid Saka Tunggal Banyumas

Masjid Saka Tunggal, sebagaimana namanya, memang memikat perhatian lewat satu hal utama: cuma punya satu tiang penyangga di tengah bangunan. Jika di tempat lain kita melihat pilar-pilar megah, di sini cukup satu, tetapi sarat makna.

Masjid ini diyakini berdiri pada tahun 1288 Masehi, jauh sebelum Kerajaan Majapahit maupun peran besar Wali Songo dalam dakwah Islam di Nusantara. Inskripsi angka Arab-Indonesia terpahat jelas di saka (tiang) utama masjid. Usia ratusan tahun itu membuat Masjid Saka Tunggal dikukuhkan sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, bukan hanya Jawa Tengah.

Fakta kunci:

  • Tahun berdiri: 1288 Masehi
  • Pendiri: Kyai Mustolih
  • Lokasi: Desa Cikakak, Wangon, Banyumas
  • Ditetapkan cagar budaya sejak 1989 oleh pemerintah Kabupaten Banyumas

Transformasi masjid ini juga menarik. Awalnya berdiri di area bekas tempat suci masa Hindu-Buddha, sebelum kemudian menjadi pusat dakwah Islam era Singasari. Masjid ini mencerminkan perjalanan spiritual masyarakat Banyumas dari masa ke masa.

Proses Pendirian dan Latar Belakang Sosial-Kultural

Kyai Mustolih, tokoh pendiri masjid, dikenal sebagai pengembara dan ulama sufi. Ia datang ke kawasan Cikakak, melihat kondisi masyarakat yang masih erat dengan ajaran lokal pra-Islam, lalu mendirikan masjid sebagai pusat dakwah dan pendidikan.

Latar belakang sosial masyarakat saat itu cenderung sinkretis – kepercayaan lokal, ajaran Hindu-Buddha, dan nilai Islam bercampur dalam keseharian. Masjid Saka Tunggal berdiri sebagai jembatan yang menghubungkan tradisi tua dan ajaran baru, menghasilkan kekayaan budaya yang kental terasa hingga kini. Ciri khas lainnya adalah kuatnya semangat gotong royong dan kesederhanaan yang masih terpelihara.

Arsitektur dan Filosofi Saka Tunggal

Ukuran masjid tergolong kecil, dengan luas sekitar 12×18 meter. Bahan utamanya kayu, bambu, dan atap sirap. Tapi semua ornamen sarat filosofi.

Keunikan arsitektur:

  • Satu tiang utama (‘saka tunggal’) berbahan kayu solid, simbol pusat kehidupan manusia.
  • Ukiran ‘papat kiblat lima pancer’ (empat arah mata angin dan satu pusat) menggambarkan keseimbangan, arah hidup, dan makna spiritual.
  • Dinding dan plafon dari anyaman bambu yang menunjukkan kekayaan warisan lokal.
  • Ornamen surya mandala (matahari berkelopak) di plafon, melambangkan Qur’an dan hadis sebagai pusat hidup.

Setiap elemen arsitekturnya seakan mengajak pengunjung merenungi makna hidup, relasi manusia dengan alam, dan pentingnya persatuan di tengah keragaman.

Ritual, Tradisi, dan Integrasi Budaya Lokal

Masjid Saka Tunggal bukan hanya soal fisik bangunan, melainkan juga tentang warisan budaya. Tradisi di sini sangat berbeda dengan masjid lain.

Tradisi unik di Masjid Saka Tunggal:

  • Zikir bernuansa kidung Jawa: Puji-pujian dibawakan dengan irama dan bahasa Jawa, membaurkan relijiusitas dan rasa seni lokal.
  • Ritual Ganti Jaro Rajapine: Setiap 27 Rajab, warga desa bersama mengganti pagar bambu masjid. Ada aturan khusus: dilarang bicara keras, dilarang memakai alas kaki. Ritual ini jadi cara membersihkan sifat jahat dalam diri, sekaligus mempererat kebersamaan.
  • Larangan dan adat: Saat ritual, dilarang membawa makanan berbau amis dan bersuara keras.
  • Kawanan kera jinak: Ratusan ekor kera hidup bebas di sekitar masjid, menjadi ciri khas dan bagian dari kepercayaan lokal. Kera bahkan dianggap membawa berkah bagi desa.

Tradisi ini membuat pengalaman spiritual di masjid terasa sangat hidup dan berbeda.

Pesona Wisata Religi dan Sejarah di Masjid Saka Tunggal

Apa yang membuat orang rela jauh-jauh datang ke Masjid Saka Tunggal? Bukan hanya faktor usia atau kisah mistisnya, tapi juga karena setiap sudutnya menawarkan pengalaman yang mendalam, baik secara spiritual maupun historis.

Masjid ini jadi rujukan wisata religi dan sejarah yang memperkuat identitas Banyumas sebagai pusat integrasi budaya dan agama. Setiap tahunnya, ribuan peziarah datang, baik untuk berdoa, menimba ilmu, atau sekadar menikmati suasana khas pedesaan Jawa yang masih alami.

Aktivitas Wisata Religi: Ziarah dan Edukasi Spiritual

Pengalaman wisata di Masjid Saka Tunggal sangat berbeda dari masjid-masjid besar perkotaan.

Aktivitas favorit pengunjung:

  • Ziarah ke makam Kyai Mustolih yang terletak di sekitar masjid
  • Mengikuti tradisi zikir dan puji-pujian, merasakan suasana Jawa klasik di tengah lantunan kidung
  • Belajar sejarah langsung dari keturunan juru kunci dan warga lokal
  • Melihat langsung proses ritual ganti jaro dan berbaur dengan tradisi gotong royong

Anak-anak dan remaja sering kali mendapat edukasi sejarah Islam yang aplikatif di sini. Mereka bisa belajar tentang dakwah, seni bangunan tradisional, hingga pentingnya saling menghormati perbedaan.

Konservasi, Potensi Pariwisata, dan Dukungan Pemerintah

Masjid Saka Tunggal sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, yang berarti dilindungi negara. Pemerintah Kabupaten Banyumas aktif menjaga kelestarian bangunan, menjalankan program edukasi, hingga memperbaiki akses jalan ke lokasi.

Langkah strategis untuk pelestarian dan wisata:

  • Pendaftaran resmi sebagai cagar budaya sejak 1989
  • Perbaikan infrastruktur penunjang kunjungan wisatawan
  • Program promosi wisata religi dengan pendekatan budaya
  • Dukungan pelestarian tradisi, seperti ritual ganti jaro dan festival budaya lokal

Peluang pengembangan wisata religi di Masjid Saka Tunggal sangat besar. Pemerintah daerah memberikan ruang bagi kolaborasi komunitas, wisatawan, dan pelaku budaya agar situs ini tetap hidup dan dinamis.

Kesimpulan

Melestarikan warisan budaya seperti Masjid Saka Tunggal bukan hanya soal menjaga sebuah bangunan tua. Lebih dari itu, ini tentang menjaga nilai-nilai spiritual, kekayaan tradisi, dan identitas masyarakat Banyumas. Masjid Saka Tunggal berdiri sebagai saksi perjalanan panjang akulturasi agama dan budaya di Jawa Tengah.

Setiap kunjungan ke masjid ini ibarat menapak jejak sejarah, menikmati harmoni tradisi lama dan ajaran agama, serta merayakan keragaman yang menjadi kekayaan bangsa. Jadikan Masjid Saka Tunggal sebagai destinasi utama perjalanan religi dan sejarah Anda, dan bawa pulang pelajaran berharga tentang makna persatuan, kebersamaan, dan spirit gotong royong yang diwariskan sejak abad ke-13.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *